Di seluruh dunia, teknologi informasi dan komunikasi membangkitkan sebuah revolusi industri yang baru. Ini adalah sebuah revolusi yang berdasarkan informasi. Teknologi itu sendiri adalah ekspresi ilmu pengetahuan manusia. Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan kita dapat memproses, menyimpan dan mengambil-ulang dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk apapun yang diambilnya – lisan, tertulis atau visual – tanpa dirintangi oleh jarak, waktu dan volume. Revolusi informasi ini menambah kapasitas baru yang besar terhadap kecerdasan manusia dan membentuk suatu sumber yang mengubah cara kita bekerja bersama dan cara kita hidup bersama.
Perubahan sosial selalu terjadi setiap saat secara terus menerus. Perubahan sosial tersebut terjadi karena diinginkan atau sebagai dampak dari perubahan pada sektor lain yang terkait dengan masalah sosial. Perubahan itu sendiri dapat menjadi tujuan dan sekaligus sebagai alat untuk mencapai tujuan
Ketika berbicara mengenai teknologi dan media massa, hal yang dapat kita simpulkan dengan mudah adalah “teknologi jelas telah mempengaruhi media massa”. Hal itu terjadi karena seiring perkembangan teknologi, lahir pula berbagai inovasi yang dapat dikatakan semakin memudahkan manusia untuk mengakses media massa. Namun, apakah peran teknologi hanya terbatas pada aksesnya ke media massa saja? Bagaimana dengan
evolusi media
PENGERTIAN
Evolusi : adalah perubahan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang lama
PENGANTAR
Sampai dua ratus tahun yang lalu ekonomi dunia bersifat agraris dimana salah satu ciri utamanya adalah tanah merupakan faktor produksi yang paling dominan. Sesudah terjadi revolusi industri, dengan ditemukannya mesin uap, ekonomi global ber-evolusi ke arah ekonomi industri dengan ciri utamanya adalah modal sebagai faktor produksi yang paling penting. Menjelang peralihan abad sekarang inl, cenderung manusia menduduki tempat sentral dalam proses produksi, karena tahap ekonomi yang sedang kita masuki ini berdasar pada pengetahuan (knowledge based) dan berfokus pada informasi (information focused).
Dalam hal ini telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler-technology)Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi begitu pesat, sehingga memungkinkan diterapkannya cara-cara baru yang lebih efisien untuk produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam Masyarakat atau Ekonomi Informasi. Masyarakat baru ini juga sering disebut sebagai masyarakat pasca industri.
Apapun namanya, dalam era informasi, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor dalam hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga jagad ini menjadi suatu dusun semesta atau “Global village”. Sehingga sering kita dengar istilah “jarak sudah mati” atau “distance is dead” makin lama makin nyata kebenarannya.
Terbentuknya masyarakat informasi melalui proses transisi dari masyarakat sebelumnya yaitu masyarakat pra pertanian, masyarakat pertanian dan masyarakat industri, yang dipacu atau dipercepat dengan terjadinya perubahan teknologi komunikasi
Komunikasi dengan menggunakan media masih bersifat formal, karena ada fungsi – fungsi tertentu, misalnya : tentang obat – obatan, pengajaran atau membuat peralatan sederhana misalnya membuat lilin. Disini budaya mencatat mulai berkembang. Dengan terciptanya mesin cetak Guttenberg dari Jerman, maka mulai ada proses komunikasi masal.
MASYARAKAT INDUSTRI
Masyarakat industri terwujud pasca terjadinya revolusi Industri di Inggris sejak ditemukannya mesin uap pada tahun 1712. Pada era ini mulailah ada penerbitan seperti buku, surat kabar majalah dll., dengan ciri – ciri harga terjangkau karena adanya proses masalisasi produk media. Bersamaan dengan masalisasi produk media cetak, maka terjadi pula penurunan angka buta huruf, yang ini mendorong pula berkembangnya industri cetak – mencetak.
Di bidang media, pada tahun 1830-an, dengan berkurangnya buta huruf dan berkembangnya berbagai produk baru hasil dari industri baru, maka mulai muncul pemikiran tentang perlunya iklan, yang berfungsi menampilkan suatu jenis produk baru. Dan mulai perioda ini mulailah muncul gagasan – gagasan tentang pemasangan iklan surat kabar (koran), radio dan film
MASYARAKAT INFORMASI
Pada akhir 1900, pekerja di bidang informasi atau media hanya berjumlah sekitar 10%. Pada akhir masyarakat industri dan merupakan awal era informasi di sekitar tahun 1950-an, pekerja di bidang media / informasi telah mencapai 30% dari berbagai jenis pekerjaan.
Pada akhir 50-an dimana mulai berkembang teknologi komunikasi bersamaan dengan berkembangnya teknologi komputer, maka pekerja yang bergerak di bidang media dan informasi menjadi sekitar separuh dari jumlah jenis pekerjaan yang ada, yang ini dimulai sekitar akhir tahun 60-an.
Konvergensi media ini terwujud melalui beberapa jalan, antara lain terjadinya integrasi teknologi, merging dari perusahaan – perusahaan media, perubahan dari lifestyle, perubahan pola dan jenis karir, perubahan peraturan – peraturan, perubahan issue – issue sosial, yang semuanya menyebabkan terjadinya dinamika sosial.
KONVERGENSI
Keadaan menuju satu titik pertemuan; memusat; (Ref. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, P 592)
MERGER TEKNOLOGI
Awalnya : teknologi-teknologi berkembang sendiri-sendiri, akibat perkembangan teknologi, teknologi-teknologi tersebut menjadi saling terkait. Perbedaan-perbedaan di dalam hal pengumpulan, pengiriman, penyimpanan, dan pengolahan informasi telah dapat diatasi
Industri komputer berkembang sangat pesat memicu perkembangan teknologi lain, Komputer juga berperan dalam perkembangan teknologi telekomunikasi
Perubahan Kebudayaan; Teknologi, Ideologi dan Nilai
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan.
Perspektif Historis Materialisme
Perspektif materialistis bertumpu pada pemikiran Marx yang menyatakan bahwa kekuatan produksi berperan penting dalam membentuk masyarakat dan perubahan sosial. Marx memberikan penjelasan bahwa pada masa teknologi masih terbatas pada kincir angin memberikan bentuk tatanan masyarakat yang feodal, sedangkan ketika mesin uap telah ditemukan tatanan masyarakat menjadi bercirikan industrial kapitalis. Perspektif ini melihat bahwa bentuk pembagian kelas-kelas ekonomi merupakan dasar anatomi suatu masyarakat.
Penjelasan Marx tentang kelas dalam masyarakat yang telah menganut moda produksi kapitalis bertumpu pada konflik kelas sebagai akibat eksploitasi kelas bawah oleh kelas atas. Penjelasan ini didasarkan atas pengamatan empiris pada negara-negara eropa sampai dengan tahun 1845. Marx menggunakan perspektif historis materialisme sebagai sebuah hipotesis kerja untuk menjelaskan peran antara ekonomi dengan masyarakat. Historis materialisme digunakan sebagai sarana untuk mempelajari moda produksi kapitalis yang telah menggejala di negara-negara eropa. Pengamatan sejarah perkembangan negara-negara eropa terutama Jerman melahirkan dugaan bahwa semua perkembangan sejarah tersebut diwarnai oleh adanya konflik kelas.
Perspektif tentang Individu dalam Perubahan Sosial
Perspektif individual menjadi sebuah alternatif untuk menjelaskan perubahan sosial. Menurut perspektif historisme, masyarakat sebagai kesatuan holistik yang bersifat menentukan sifat dan keteraturannya sendiri yang tidak dapat direduksi. Individu dipandang pasif dan cenderung tergantung pada sistem sosialnya. Sebaliknya, perspektif individual memberikan ruang yang sangat dominan terhadap individu. Pusat perhatian bergeser ke agen dan tindakannya, yaitu perilaku signifikan yang ditujukan terhadap orang lain untuk mendapatkan tanggapan. Untuk memahami tindakan sosial maka kita harus memahami terlebih dahulu tindakan individu. Tindakan individu sendiri merupakan sebuah kompleksitas antara motivasi psikologis, nilai budaya, norma dan hukum yang membentuk tindakan. Dengan demikian, faktor utama yang menjelaskan perubahan sosial adalah pada alam ide.
Sejarah Televisi
Pada tahun 1873 seorang operator telegram asal Valentia, Irlandia yang bernama Joseph May menemukan bahwa cahaya mempengaruhi resistansi elektris selenium. Ia menyadari itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya kedalam arus listrik dengan menggunakan fotosel silenium (selenium photocell). Joseph May bersama Willoughby Smith (teknisi dari Telegraph Construction Maintenance Company) melakukan beberapa percobaan yang selanjutnya dilaporkan pada Journal of The Society of Telegraph Engineers. Hal ini merupakan embrio dari teknologi perekaman gambar.
Setelah beberapa kurun waktu lamanya kemudian diciptakan sebuah piringan metal kecil yang bisa berputar dengan lubang-lubang didalamnya oleh seorang mahasiswa yang bernama Julius Paul Gottlieb Nipkow (1860-1940) atau lebih dikenal Paul Nipkow di Berlin, Jerman pada tahun 1884 dan disebut sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Sekitar tahun 1920 John Logie Baird (1888-1946) dan Charles Francis Jenkins (1867- 1934) menggunakan piringan karya Paul Nipkow untuk menciptakan suatu sistem dalam penangkapan gambar, transmisi, serta penerimaannya. Mereka membuat seluruh sistem televisi ini berdasarkan sistem gerakan mekanik, baik dalam penyiaran maupun penerimaannya. Pada waktu itu belum ditemukan komponen listrik tabung hampa (Cathode Ray Tube)
Televisi elektronik agak tersendat perkembangannya pada tahun-tahun itu, lebih banyak disebabkan karena televisi mekanik lebih murah dan tahan banting. Bukan itu saja, tetapi juga sangat susah untuk mendapatkan dukungan finansial bagi riset TV elektronik ketika TV mekanik dianggap sudah mampu bekerja dengan sangat baiknya pada masa itu. Sampai akhirnya Vladimir Kosmo Zworykin (1889-1982) dan Philo T. Farnsworth (1906-1971) berhasil dengan TV elektroniknya. Dengan biaya yang murah dan hasilnya berjalan baik, maka orang-orang pada waktu itu berangsur-angsur mulai meninggalkan tv mekanik dan menggantinya dengan tv elektronik.
Vladimir Zworykin, yang merupakan salah satu dari beberapa pakar pada masa itu, mendapat bantuan dari David Sarnoff (1891-1971), Senior Vice President dari RCA (Radio Corporation of America). Sarnoff sudah banyak mencurahkan perhatian pada perkembangan TV mekanik, dan meramalkan TV elektronik akan mempunyai masa depan komersial yang lebih baik. Selain itu, Philo Farnsworth juga berhasil mendapatkan sponsor untuk mendukung idenya dan ikut berkompetisi dengan Vladimir.
TV ELEKTRONIK
Baik Farnsworth, maupun Zworykin, bekerja terpisah, dan keduanya berhasil dalam membuat kemajuan bagi TV secara komersial dengan biaya yang sangat terjangkau. Di tahun 1935, keduanya mulai memancarkan siaran dengan menggunakan sistem yang sepenuhnya elektronik. Kompetitor utama mereka adalah Baird Television, yang sudah terlebih dahulu melakukan siaran sejak 1928, dengan menggunakan sistem mekanik seluruhnya. Pada saat itu sangat sedikit orang yang mempunyai televisi, dan yang mereka punyai umumnya berkualitas seadanya. Pada masa itu ukuran layar TV hanya sekitar tiga sampai delapan inchi saja sehingga persaingan mekanik dan elektronik tidak begitu nyata, tetapi kompetisi itu ada disana.
TV RCA, Tipe TT5 1939, RCA dan Zworykin siap untuk program reguler televisinya, dan mereka mendemonstrasikan secara besar-besaran pada World Fair di New York. Antusias masyarakat yang begitu besar terhadap sistem elektronik ini, menyebabkan the National Television Standards Committee [NTSC], 1941, memutuskan sudah saatnya untuk menstandarisasikan sistem transmisi siaran televisi di Amerika. Lima bulan kemudian, seluruh stasiun televisi Amerika yang berjumlah 22 buah itu, sudah mengkonversikan sistemnya kedalam standard elektronik baru.
Pada tahun-tahun pertama, ketika sedang resesi ekonomi dunia, harga satu set televisi sangat mahal. Ketika harganya mulai turun, Amerika terlibat perang dunia ke dua. Setelah perang usai, televisi masuk dalam era emasnya. Sayangnya pada masa itu semua orang hanya dapat menyaksikannya dalam format warna hitam putih.
TV BERWARNA
Sebenarnya CBS sudah lebih dahulu membangun sistem warnanya beberapa tahun sebelum rivalnya RCA. Tetapi sistem mereka tidak kompatibel dengan kebanyakan TV hitam putih diseluruh negara. CBS yang sudah mengeluarkan banyak sekali biaya untuk sistem warna mereka harus menyadari kenyataan bahwa pekerjaan mereka berakhir sia-sia. Belajar dari pengalaman CBS, RCA mulai membangun sistem warna menurut formatnya sendiri. Mereka dengan cepat membuat sistem warna yang mampu untuk diterima pada sistem warna maupun hitam putih. Setelah RCA memperlihatkan kemampuan sistem mereka, format NTSC kemudian dijadikan acuan standart untuk siaran komersial pada tahun 1953.
Seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan teknologi, televisi dari waktu ke waktu mulai banyak perbaikan dan penambahan dari sisi teknologinya. Untuk waktu kedepan televisi perlahan mulai meninggalkan teknologi analog dan menginjak ke era yang disebut televisi digital dengan kemampuan dan kualitas yang lebih baik dari generasi sebelumnya yang lazim disebut dengan teknologi IPTV [Internet Protocol Television].
TIPOGRAFI DALAM DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Di dalam era informasi saat ini kehadiran desain komunikasi visual sangatlah dibutuhkan. Sesuai dengan namanya, desain komunikasi visual mempunyai tujuan untuk mengkomunikasikan pesan yang dapat ditangkap oleh massa dengan benar. Salah satu elemen desain yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu desain dalam berkomunikasi dengan masyarakatnya adalah tipografi. Tulisan ini membahas bagaimana dan apa peran tipografi tersebut dalam desain komunikasi visual.
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama dan berkomunikasi dengan sesama. Komunikasi tersebut dapat dilaksanakan secara lisan, visual, atau gabungan keduanya. Tanda-tanda lalu lintas, papan nama jalan, tiket bis, majalah, koran, papan reklame, label, dan lain sebagainya adalah beberapa contoh dari berbagai bentuk komunikasi secara visual yang kita temui sehari-hari. Desain komunikasi visual adalah sarana komunikasi untuk menyampaikan ide, cerita, konsep, dan informasi melalui penglihatan. R. Buckminster Fuller, seorang desainer dan arsitek yang menciptakan geodesic dome, mengatakan bahwa sebuah desain komunikasi harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tidak hanya untuk memuaskan keinginan daripada desainer tersebut sendiri. 1 Dengan demikian, maka sebuah karya desain komunikasi visual dapat dikatakan berhasil apabila ide, cerita, atau informasi yang ingin disampaikan oleh karya tersebut dapat diterima oleh masyarakat (pengamat) dengan tepat. Oleh karena itu, seorang desainer komunikasi visual harus dapat mengerti cara berpikir dan reaksi kebanyakan orang (atau pengamat yang dituju). Persepsi pengamat lebih dipentingkan daripada persepsi sang desainer.
TIPOGRAFI
Dalam desain komunikasi visual tipografi dikatakan sebagai ‘visual language’,
yang berarti bahasa yang dapat dilihat. Tipografi adalah salah satu sarana untuk
menterjemahkan kata-kata yang terucap ke halaman yang dapat dibaca. Peran dari pada
tipografi adalah untuk mengkomunikasikan ide atau informasi dari halaman tersebut ke
pengamat. Secara tidak sadar manusia selalu berhubungan dengan tipografi setiap hari,
setiap saat. Pada merek dagang komputer yang kita gunakan, koran atau majalah yang kita
baca, label pakaian yang kita kenakan, dan masih banyak lagi. Hampir semua hal yang
berhubungan dengan desain komunikasi visual mempunyai unsur tipografi di dalamnya.
Kurangnya perhatian pada tipografi dapat mempengaruhi desain yang indah menjadi
kurang atau tidak komunikatif.
TIPOGRAFI DALAM DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (Priscilia Yunita Wijaya)
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
49
Untuk membuat desain yang indah dan berkomunikasi, tipografi tidak dapat
dipisahkan dari elemen desain. Dalam membuat perencanaan suatu karya desain,
keberadaan elemen tipografi sudah harus selalu diperhitungkan karena dapat mempengaruhi
susunan hirarki dan keseimbangan karya desain tersebut.
Pengertian tipografi yang sebenarnya adalah ilmu yang mempelajari bentuk huruf;
dimana huruf, angka, tanda baca, dan sebagainya tidak hanya dilihat sebagai simbol dari
suara tetapi terutama dilihat sebagai suatu bentuk desain. Huruf ‘O’, contohnya, tidak saja
terbaca sebagai huruf ‘O’, tetapi juga terbaca sebagai bentuk lingkaran yang
mempengaruhi bidang suatu karya desain. Dimana dan bagaimana
seorang desainer meletakan huruf ‘O’ tersebut dapat mempengaruhi
legibilitas dan keseimbangan karya desain tersebut.
Sebagai seorang visual komunikator, desainer komunikasi
visual harus dapat membaca dan mengartikan bentuk atau gambaran.
Dalam perannya sebagai tipografer, seorang desainer harus dapat
mengetahui bentuk type yang bagaimana yang dapat menunjang arah desain dan
meramalkan reaksi daripada pengamatnya. Bentuk huruf italic dengan warna emas,
misalnya, sangat baik untuk digunakan pada sampul buku roman, dan sebaliknya bentuk
huruf roman, san serif, bold, sangat cocok untuk posterposter
politik.
Sejarah Tipografi
Tipografi, sebagai salah satu metode yang menterjemahkan kata-kata menjadi
bentuk atau gambaran sudah digunakan sejak jaman dahulu. Dimulai sejak awal jaman
lukisan di gua (early cave drawing age), dimana nenek moyang kita menggambarkan
pengalaman mereka di dinding gua. Pada awalnya, yang digunakan adalah pictogram, yaitu
gambar yang mewakili bentuk benda yang dimaksud. Secara perlahan, berdasarkan
asosiasi, beberapa pictogram berubah menjadi ideogram, yaitu simbol yang bentuknya tidak
persis mewakili bentuk yang dimaksud sehingga dapat digunakan untuk berbagai arti.
Ideoram berkembang sehingga mempunyai gaya penulisan yang tertentu dan mulai
mewakili bunyi suara. Karena berkembangnya peradaban manusia, maka berkembang pula
kosa kata dan kepentingan untuk menyimpan data. Seiring dengan perkembangan tersebut,
kecepatan dalam menulis juga berkembang sehingga bentuk individual simbol juga
semakin sederhana dan abstrak. Pada awal tahun 2800 sebelum Masehi, bangsa Sumaria
telah mempunyai sistem menulis dengan formal, abstrak simbol, yang disebut cuneiform,
yang kemudian menjadi basis daripada modern alphabet yang kita gunakan. Demikianlah
simbol-simbol tersebut terus berkembang dan bertambah sesuai dengan bunyi suara, dan
semakin abstrak bentuknya.
Melalui gerakan penyebaran kekuasaaan dan agama, bangsa Romawi juga
menyebarkan sistem penulisan terutama untuk menyimpan peristiwa dan ceritera, dimana
calligrafi menjadi populer dan berkembang. Kebutuhan membaca dan menulis juga
semakin meningkat.
Peran tipografer.
Sampai pada jaman tersebut, tipografi sebagai bidang yang berfokus pada bentuk
huruf belum populer. Perkembangan tipografi mulai menjadi populer dimulai pada abad ke
lima belas dengan ditemukannya sistem pencetakan dengan menggunakan ‘movable type’.
Pada saat yang bersamaan, keinginan dan kemampuan membaca masyarakat juga
meningkat, membuat kebutuhan akan buku, surat kabar, dan lain-lain juga meningkat. Pada
saat inilah profesi tipografer mulai muncul. Fungsi daripada tipografer pada saat itu adalah
mengawasi keseluruhan proses produksi termasuk di dalamnya pembuatan huruf dan
pencetakannya.
Revolusi Industri membawa pengaruh terhadap kecepatan dan spesialisasi dalam
segala bidang. Sistem percetakan yang tadinya manual berubah menjadi mekanik.
Spesialisasi pekerjaan semakin berkembang, muncul spesialisasi pekerjaan seperti desainer
bentuk huruf (type designer), pengatur huruf (typesetter), pencetak (printers), dan lain
sebagainya. Desainer komunikasi visual dan tipografer adalah dua profesi yang berbeda,
walau fungsinya dalam suatu karya desain saling terikat. Dalam sebuah karya desain,
desainer komunikasi visual memberikan spesifikasi type yang dia inginkan, dan typesetter
akan melakukan penyusunan type tersebut bagi sang desainer. Segi positif dari spesialisasi
ini, setiap ahli semakin ahli dan bertanggung jawab pada bidangnya. Pada masa-masa ini
dapat dilihat penggunaan type yang lebih memperhatikan keindahan bentuk huruf.
TIPOGRAFI DALAM DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (Priscilia Yunita Wijaya)
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
51
Tehnologi semakin berkembang sehingga ditemukannya DTP (desktop publishing),
yang memberikan kesempatan bagi para desainer untuk menyusun type sendiri; desainer
komunikasi visual juga berfungsi sebagai tipografer. Segi positifnya adalah pada saat
tersebut terbuka kesempatan untuk bereksperimen dengan huruf dan terbuka kebebasan
menggunakan huruf dengan lebih leluasa.
Pengaruh dari kemajuan teknologi tersebut membawa dampak pada penggunaan
illustrasi dan foto pada karya desain. Kemampuan mencetak gambar dengan kualitas yang
baik membuat banyak desainer komunikasi visual tergerak untuk menggunakan gambar
sebagai inti dari karya desainnya dan kecenderungan mengesampingkan tipografi. Selain
itu, kemudahan dalam proses produksi desain melahirkan banyak desainer amatir yang
kurang mengerti prinsip-prinsip desain dan pentingnya tipografi. Akibatnya, banyak kita
temui desain sampul majalah, poster, brosur, yang penyusunan hurufnya tidak sejalan
dengan tema dan gambar yang digunakan, sehingga terdapat kesan bahwa huruf-huruf
tersebut asal diletakan saja.
Desain Tipografi
Dalam suatu karya desain, semua elemen yang ada pada void (ruang tempat
elemen-elemen desain disusun) saling berkaitan. Tipografi sebagai salah satu elemen desain
juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh elemen desain yang lain, serta dapat
mempengaruhi keberhasilan suatu karya desain secara keseluruhan. Penggunaan tipografi
dalam desain komunikasi visual disebut dengan desain tipografi.
Tulisan tangan adalah sederetan tanda-tanda yang mempunyai arti dan dibuat
dengan tangan. Komponen dasar daripada tipografi adalah huruf (letterform), yang
berkembang dari tulisan tangan (handwriting). Berdasarkan ini, maka dapat disimpulkan
bahwa tipografi adalah sekumpulan tanda-tanda yang mempunyai arti. Penggunaan tandatanda
tersebut baru dapat dikatakan sebagai desain tipografi apabila digunakan dengan
mempertimbangkan graphic clarity dan prinsip-prinsip tipografi yang ada.
Ada empat buah prinsip pokok tipografi yang sangat mempengaruhi keberhasilan
suatu desain tipografi yaitu legibility, clarity, visibility, dan readibility.
Legibility adalah kualitas pada huruf yang membuat huruf tersebut dapat terbaca.
Dalam suatu karya desain, dapat terjadi cropping, overlapping, dan lain sebagainya , yang
dapat menyebabkan berkurangnya legibilitas daripada suatu huruf. Untuk menghindari hal
NIRMANA Vol. 1 No. 1 JANUARI 1999
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
52
ini, maka seorang desainer harus mengenal dan mengerti karakter daripada bentuk suatu
huruf dengan baik. Selain itu, penggunaan huruf yang mempunyai karakter yang sama
dalam suatu kata dapat juga menyebabkan kata tersebut tidak terbaca dengan tepat, seperti
contoh di bawah ini.
fail Diambil dari Typographic Design: Form and Communication
tail Huruf 'f', 't', 'j', mempunyai karakteristik yang sama sehingga ada
jail kemungkinan terbaca dengan kurang tepat
Diambil dari Typographic Form: Form and Communication
Apabila menggunakan copping, bagian atas daripada huruf lebih dapat terbaca
daripada bagian atasnya.
Readibility adalah penggunaan huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan
huruf yang lain sehingga terlihat jelas. Dalam menggabungkan huruf dan huruf baik untuk
membentuk suatu kata, kalimat atau tidak harus memperhatikan hubungan antara huruf
yang satu dengan yang lain. Khususnya spasi antar huruf. Jarak antar huruf tersebut tidak
dapat diukur secara matematika, tetapi harus dilihat dan dirasakan. Ketidak tepatan
menggunakan spasi dapat mengurangi kemudahan membaca suatu keterangan yang
membuat informasi yang disampaikan pada suatu desain komunikasi visual terkesan kurang
jelas. Huruf-huruf yang digunakan mungkin sudah cukup legible, tetapi apabila pembaca
merasa cepat capai dan kurang dapat membaca teks tersebut dengan lancar, maka teks
tersebut dapat dikatakan tidak readible. Pada papan iklan, penggunaan spasi yang kurang
tepat sehingga mengurangi kemudahan pengamat dalam membaca informasi dapat
mengakibatkan pesan yang disampaikan tidak seluruhnya ditangkap oleh pengamat.
Apabila hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa karya desain komunikasi visual
tersebut gagal karena kurang komunikatif. Kerapatan dan kerenggangan teks dalam suatu
desain juga dapat mempengaruhi keseimbangan desain. Teks yang spasinya sangat rapat
akan terasa menguasai bidang void dalam suatu bentuk, sedangkan teks yang berjarak
sangat jauh akan terasa lebih seperti tekstur.
TIPOGRAFI DALAM DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (Priscilia Yunita Wijaya)
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
53
Prinsip yang ketiga adalah Visibility. Yang dimaksud dengan visibility adalah
kemampuan suatu huruf, kata, atau kalimat dalam suatu karya desain komunikasi visual
dapat terbaca dalam jarak baca tertentu. Fonts yang kita gunakan untuk headline dalam
brosur tentunya berbeda dengan yang kita gunakan untuk papan iklan. Papan iklan harus
menggunakan fonts yang cukup besar sehingga dapat terbaca dari jarak yang tertentu.
Setiap karya desain mempunyai suatu target jarak baca, dan huruf-huruf yang digunakan
dalam desain tipografi harus dapat terbaca dalam jarak tersebut sehingga suatu karya desain
dapat berkomunikasi dengan baik.
Prinsip pokok yang terakhir adalah clarity, yaitu kemampuan huruf-huruf yang
digunakan dalam suatu karya desain dapat dibaca dan dimengerti oleh target pengamat
yang dituju. Untuk suatu karya desain dapat berkomunikasi dengan pengamatnya, maka
informasi yang disampaikan harus dapat dimengerti oleh pengamat yang dituju. Beberapa
unsur desain yang dapat mempengaruhi clarity adalah, visual hierarchy, warna, pemilihan
type, dan lain-lain.
Keempat prinsip pokok daripada desain tipografi tersebut di atas mempunyai tujuan
utama untuk memastkan agar informasi yang ingin disampaikan oleh suatu karya desain
komunikasi visual dapat tersampaiakn dengan tepat. Penyampaian informasi tidak hanya
merupakan satu-satunya peran dan digunakannya desain tipografi dalam desain komunikasi
visual. Sebagai seuatu elemen desain, desain tipografi dapat juga membawa emosi atau
berekspressi, menunjukan pergerakan elemen dalam suatu desain, dan memperkuat arah
daripada suatu karya desain seperti juga desain-desain elemen yang lain. Maka dari itu,
banyak kita temui desain komunikasi visual yang hanya menggunakan tipografi sebagai
elemen utamanya, tanpa objek gambar.
KESIMPULAN
Penggunaan desain tipografi dalam sebuah karya desain komunikasi visual dapat
memperkuat keberhasilan karya tersebut dalam berkomunikasi, namun dapat juga
menjatuhkan kualitas desain apabila tidak dipergunakan dengan tepat.
Melihat begitu besarnya pengaruh desain tipografi di dalam suatu karya desain
komunikasi visual, maka sangatlah penting bagi para desainer untuk mengerti tentang
tipografi dan bagaimana cara menggunakannya dalam suatu karya desain dengan baik dan
benar.
NIRMANA Vol. 1 No. 1 JANUARI 1999
Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain –Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/design/
54
Kesensitifan seorang desainer, yang pada waktu menggunakan elemen tipografi
juga berfungsi sebagai seorang tipografer, terhadap bentuk dan penggunaan tipografi
sangatlah diperlukan. Kebebasan dalam menggunakan elemen tipografi, yang melanggar
prinsip pokok dari desain tipografi dapat mengurangi kemampuan sebuah desain untuk
berkomunikasi. Di lain pihak, kehadiran desain tipografi yang tidak senada dengan image
atau gambar dan arah desain yang dituju, meskipun sesuai dengan prinsip tipografi yang
ada juga akan mengganggu keseimbangan dalam sebuah desain.
Terganggunya keseimbangan dan kemampuan penyampaian informasi dalam
sebuah desain merupakan dua hal yang sangat fatal. Keseimbangan dan informasi, harus
dapat berjalan bersama. Tanpa adanya keseimbangan dalam karya desain membuat desain
tersebut kurang mutlak dan akan mengganggu pengamatan, sebaliknya sebuah desain yang
indah dan seimbang jugalah tidak dapat dikatakan berhasil apabila pengamat tidak mampu
memperoleh informasi apapun darinya.
Seorang desainer komunikasi visual harus mampu dan mempunyai kesensitifan
dalam mengintegrasi desain elemen yang lain seperti gambar, warna garis-garis dan lain
sebagainya dengan desain tipografi. Kunci keberhasilan suatu karya desain komunikasi
visual terletak pada kmampuan suatu karya desain menyampaikan informasi dengan tepat
secara kreatif. Tipografi sebagai bentuk visual dari sebuah komunikasi merupakan sarana
penyampaian informasi memegang peranan yang sangat penting dalam desain komunikasi
visual.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment